Kondisi ini disebakan oleh regulasi Telkomsel yang bagi banyak orang malah tidak mendukung ekonomi kerakyatan, karena memberatkan pedagang kecil yang menggantungkan dapurnya kepada penjualan pulsa elektrik melalui server pulsa.
Untungnya sistem cluster Telkomsel ini tidak diikuti oleh provider telekomunikasi lainnya. Beberapa agen pulsa yang menginduk pada server pulsa melaporkan transaksi isi ulang pulsa masih "lancar jaya" untuk operator-operator selain Telkomsel.
Sebenarnya sebelumnya sistem cluster pernah diterapkan oleh Tsel pada tahun 2008-2009 lalu, dan berimbas pada tumbangnya usaha jualan pulsa elektrik. Kebijakan tersebut mengakibatkan perang harga dan mempertipis margin pedagang pulsa.
Dengan kondisi seperti ini; stock MKios menjadi langka, harga pulsa Telkomsel untuk produk simPATI dan Kartu AS menjadi mahal, tentu semakin mempersulit pedagang pulsa eceran. Padahal alasan mereka menjual pulsa elektrik sangat empiris dan miris; "untuk bertahan hidup".
Bagi Telkomsel sendiri pengalaman tersebut di 2008-2009 lalu, justru dijadikan acuan untuk menerapkan sistem cluster sekarang ini. Diakui Telkomsel regulasi tersebut diambil untuk mejaga tatanan bisnis telekomunikasi, mengingat Tsel adalah market leader di Indonesia. Distributor di suatu wilayah tidak boleh melebihi toleransi 15% dalam penjualan pulsa outer region.
So, Clusterisasi Menguntungkan atau Merugikan sih? Please comment